Aku
mengutip dari perkataan seseorang, “Hal yang paling kejam didunia ini
adalah ketika suatu hari nanti kau memandang ke dalam mata seseorang dan
membuatnya jatuh cinta kepadamu, namun tak seujung kuku pun kau berniat
menangkapnya.”
Aku
memutuskan sebuah rasa, tapi enggan melenyapkan satu kisah unik dalam hidupku
ini. Aku mengerti, Tuhan pasti punya alasan tertentu mengapa Ia membiarkanku
merasakan sebuah perasaan aneh dan bertahan menjadi pelaku cinta diam-diam yang
tak bisa berucap apapun.
Aku
hanya ingin Tuhan menyampaikan satu keyakinanku untuknya, dimana aku memang
menyukainya karena Tuhan yang memberikan rasa itu. Bukan karena wajahnya atau
wajahnya, atau apapun yang terlihat dari luarnya.
Aku
berharap Tuhan menyampaikan suatu rasa padanya hingga ia tau bahwa aku memang
menyukainya dengan tulus. Aku hanya ingin dia tau aku menyukainya, suatu hal
yang tak mungkin kuungkapkan, Oleh sebab itu aku menitipkan rasa ini pada
Tuhan.
Agar
sekiranya Tuhan bisa menyampaikan ini padanya.
**********
Seseorang berkata, ‘Secara gak langsung kalian itu
punya alur cerita sendiri, kalian berbicara lewat mata dan seulas senyuman’
Langit mendung,
Januari 2013
Aku terduduk disebuah kursi kayu yang terdapat dipinggir peron yang terletak disamping loket pembelian karcis. Tumben.. aku datang lebih pagi dari kereta yang akan kunaiki. Biasanya, aku baru sampai stasiun bahkan saat kereta beberapa detik lagi akan berjalan. Tak heran jika ada beberapa masinis yang cukup hafal denganku. Karena aku sering membuatnya menunggu.
Aku terduduk disebuah kursi kayu yang terdapat dipinggir peron yang terletak disamping loket pembelian karcis. Tumben.. aku datang lebih pagi dari kereta yang akan kunaiki. Biasanya, aku baru sampai stasiun bahkan saat kereta beberapa detik lagi akan berjalan. Tak heran jika ada beberapa masinis yang cukup hafal denganku. Karena aku sering membuatnya menunggu.
Dalam hati, “Siapa gue
sih telat mulu, ditungguin mulu lagi.” Tapi untungnya aku selalu berterimakasih
pada masinis-masinis yang rela menungguku lari dari ujung peron sampai loket
karcis untuk menaiki keretanya. Walau mungkin dalam hati mereka sangat-amat
jengkel terhadapku.
Kembali lagi ke paraghraf
pertamaku. Ya, hari ini aku lebih awal banyak dari kereta itu. Hal yang paling
membuatku jengkel adalah menunggu, dan kali ini aku gantian menunggu kereta itu
dengan bosannya.
Untungnya sekitar lima menit kemudian, meleset lima menit
dari jadwal pada awalnya, kereta jurusan Tangerang – Duri itu datang juga.
(Priiiiiitttttttt)
Suara pluit penjaga pintu kereta dibunyikan. Aku memundurkan langkahku saat orang-orang di peron malah maju untuk menyambut kereta yang datang. Aku malas berdesakan dipintu kereta, yang menurutku itu sangat bahaya dan tidak baik.
Sekarang
kereta sudah berhenti tepat di depanku. Semua orang yang ada di peron
cepat-cepat berebut naik, sedang aku tetap santai menunggu penyerbuan itu
berakhir baru kemudian melangkahkan kaki perlahan kedalam kereta.
Saat
aku menginjakkan kaki di dalam kereta, aku melihat seseorang dari dalam kabin
membuka gorden kaca kabin dan menatapku sambil tersenyum. Reflek aku
membalasnya, walau aku tidak mengenalnya sama sekali. Dan dia langsung menutup
kembali Gordennya tepat saat aku menyudahi senyumanku padanya.
Entah
masinis, Assistennya atau TKAnya yang barusan tersenyum padaku yang sepertinya
sudah direncanakan sejak aku masih berdiri distasiun. Aku tak begitu ngeh.
Tak
lama kereta berjalan dari Stasiun Ceper, kemudian kereta itu berhenti lagi di
stasiun Poris yang jaraknya memang berdekatan. Di Sta. Poris, kereta lebih lama
berhentinya karena menunggu persilangan kereta lainnya dari sta. Bukit Duri.
Aku
melihat TKA dari kereta yang kunaiki turun dari kabin dan berdiri diperon, dia
melihat kearahku dan tersenyum. Aku mengenalnya, sudah cukup lama. Dan tak lama
kemudian, masinis kereta itupun turun, matanya juga langsung menatapku, kemudian
menatap TKA itu dan kemudian menatapku lagi, dia tersenyum.
Manis...
Ah, dia yang tadi tersenyum padaku. Rasanya, aku baru melihatnya di kereta Tangerang. Mungkin sebelumnya dia tidak Dinas untuk jurusan Tangerang-Duri.
Aku rasa, dia terus memperhatikanku,
bahkan ketika sudah duduk dikursi masinisnya. Satu hal yang selalu kusuka dari
pekerjaan seseorang adalah, seragamnya. Seperti sebuah identitas mutlak yang
membuatnya gagah dan selalu bangga mengenakannya. Tak bisa kupungkiri, dia
dengan seragam masinisnya, sangat keren.
*************
Singkat cerita, kami berkenalan selepas
kereta berhenti di sta. Akhir, Bukit Duri. Dia orang yang sangat ceria dan
umurnya baru 22 Tahun.
Dihari-hari berikutnya kami berteman akrab, sampai akhirnya ia menyatakan cintanya padaku.
Aku akui kalau aku bodoh pada saat itu, dimana aku bilang padanya bahwa aku menyukai orang lain yang juga rekan kerjanya dan aku sudah mengenal rekannya itu jauh sebelum kenal dengannya. Tapi hanya sebatas cinta diam-diam... yang tak pernah tergapai.
Dihari-hari berikutnya kami berteman akrab, sampai akhirnya ia menyatakan cintanya padaku.
Aku akui kalau aku bodoh pada saat itu, dimana aku bilang padanya bahwa aku menyukai orang lain yang juga rekan kerjanya dan aku sudah mengenal rekannya itu jauh sebelum kenal dengannya. Tapi hanya sebatas cinta diam-diam... yang tak pernah tergapai.
Dengan tegasnya dia berkata padaku kalau dia mau menunggu, sampai perasaanku pada rekannya itu habis. Namun itu tidak mungkin, aku terlanjur menyayangi orang lain itu. Dan dia masih tetap kekeuh ingin menunggu sampai aku benar-benar tidak menyayangi orang itu lagi, karena dia tau, orang itu telah menyakitiku – tanpa sadar.
“Kamu belum pernah jalan, belum pernah telponan, kok bisa dalem banget gitu perasaannya ke dia?” kata si masinis itu. Di sebrang telpon aku tersenyum.
“Itu hebatnya dia...”
Aku memang banyak tersakiti oleh orang itu. Tapi aku tetap menyayanginya. Iya, memang benar kami tidak pernah jalan, dia tidak pernah menelponku, tapi kami selalu bertemu.
Dan penyesalan memang selalu datang belakangan.
Masinis itu, sebut saja dia Fian (Nama samaran) adalah orang yang selalu ada untukku, dia selalu menelponku, menanyakan kabar, sedang apa, jangan tidur malam-malam dan seterusnya. Dia selalu mengirimiku sms walau tak sesering menelpon. Dia selalu perhatian dan dia bilang baru merasakan sebegininya setelah bertemu denganku. Tapi aku mematahkan hatinya,,,,
Tapi dia tidak pernah marah, tidak pernah kecewa, dia selalu yakin kalau suatu saat nanti aku pasti akan berubah pikiran. Jadi saat aku menolaknya, ia hanya berpikir bahwa aku tidak pernah menolaknya, tapi aku sedang ingin mengenalnya lebih dalam lagi.
“Gimana kalo kamu perjuangin dia dan aku perjuangin kamu.. kita liat siapa yang akan menang!”
Aku selalu ingat kata-kata itu.
********** Tanpa sadar bulan demi bulan berlalu. Aku dan Fian entah kenapa semakin dekat, walau aku masih belum bisa melupakan orang itu. Aku selalu terbuka pada Fian, aku menceritakan semua hal padanya, bahkan tentang perkembangan perasaanku pada orang itu. Tapi Fian tak pernah marah, dia selalu memakluminya.
Sampai akhirnya di kencan kedua kami, yang setelah beberapa minggu tidak pernah
bertemu dikereta karena dia dinas Bogor. Fian mengajakku jalan.
Aku selalu senang kencan bersamanya, dia orang yang humoris dan selalu bisa
membuatku tertawa, aku lupa tentang kesedihanku atas orang itu saat bersama
Fian.
Fian yang selalu memerintahku untuk memeluk pinggangnya saat naik diatas motor
Ninjanya, Fian yang selalu menggenggam tanganku saat berjalan dan Fian yang
selalu menungguku sampai kereta yang sedang kunaiki berjalan.
Aku ingat saat itu kami bertemu di Sta. Poris. Aku menunggunya disana karena dia
ada Dinas. Karena rumahku dekat dari sta. Poris akhirnya kami memutuskan untuk
makan siang lebih dulu dirumahku.
Dan tanpa disangka ia mengajakku untuk sholat berjamaah sebelum makan. Jujur, selama aku hidup, baru dia cowok satu-satunya yang mengajakku sholat berjamaah, baru dia cowok yang bukan keluargaku – yang mengimamiku.
“Aku mau sholat dulu, bareng aja yuk!” katanya. Aku mengiyakan.
Ada
sebuah ruang kecil disamping kamar tamu yang biasa digunakan keluargaku untuk
Sholat. Sebelum Fian selesai berwudhu, aku menggelarkan sajadah untuknya dan
untukku. Sambil menunggu gantian, aku membenahkan jacket kulit dan tasnya yang
ia taruh diluar dan kemudian kembali ke dalam untuk menemuinya lagi.
“Makasih yah, aku lupa jacketnya masih di motor.” Katanya sambil mengusap rambutnya yang basah. Wajahnya terlihat segar sekali sehabis berwudhu. Aku berusaha menyembunyikan semburat merah yang tiba-tiba tercetak dipipiku.
“Makasih yah, aku lupa jacketnya masih di motor.” Katanya sambil mengusap rambutnya yang basah. Wajahnya terlihat segar sekali sehabis berwudhu. Aku berusaha menyembunyikan semburat merah yang tiba-tiba tercetak dipipiku.
“Iya, gak papa. Itu udah aku siapin,” aku menunjuk kearah ruang sholat kami. Dia tersenyum dan merogoh tasnya untuk mengambil peci, rupanya dia selalu membawa itu kemana-mana.
Selesai
berwudhu, aku segera menyusulnya yang sedang bersila di sajadahnya. Mukenaku
sudah terpasang ditubuhku, dan baru kali ini aku merasakan perbedaan getaran
antara sholat sendirian dan sholat diimami oleh... Oleh
seseorang yang mungkin sudah mengisi hatiku.
“Udah yah?” Dia menoleh. “Duh, cantik banget pake mukena..” dan dia tersenyum.
“Udah yah?” Dia menoleh. “Duh, cantik banget pake mukena..” dan dia tersenyum.
Aku
selalu menyukai senyumnya yang manis itu. Awalnya sempat tidak percaya kalau
dia jomblo. Atau punya pacar namun disembunyikan.
Tapi semua anggapan itu sirna ketika pada waktu itu dia mengenalkanku pada teman-teman masinisnya. Dari situ aku percaya, dia memang masih sendiri. Apalagi saat melihat senyum lebar malu-malunya saat memperkenalkanku dengan para senior-seniornya.
“Mau
sholat masih aja gombal.” Aku tertunduk menyembunyikan wajah merahku.
Dan satu lagi, entah kenapa aku sangat senang ketika dia mengimamiku dengan
seragam lengkap masinisnya. Ah, dia gagah sekali dengan seragamnya itu.
Dan
ketika sholat, tiba-tiba airmataku jatuh begitu saja. Apalagi saat Fian masih kusyuk
berdzikir – membelakangiku. Aku menatap punggung lebarnya sambil mengusap
airmataku dan menahan senggukannya supaya dia tak mendengar. Kenapa aku tidak
menyadari ada orang setulus itu disampingku dan aku malah menangisi yang lain,
berharap pada yang lain yang bahkan tak pernah melakukan apapun untukku.
Airmataku
terus mengalir, membuatku harus menutupi wajahku dengan mukena ketika Fian
berbalik hendak menyodorkan tangannya padaku. Didetik-detik itu aku masih
merasa bahwa Fian masih menatapku. Akhirnya aku menyingkirkan tanganku yang
menghalangi wajahku, lalu tersenyum kearahnya.
Fian
membalas senyumanku.
Reflek aku meraih tangannya yang masih menggantung – memintaku bersalaman – dan langsung menempelkan punggung tangannya dikeningku.
Reflek aku meraih tangannya yang masih menggantung – memintaku bersalaman – dan langsung menempelkan punggung tangannya dikeningku.
“Amin
ya Allah, semoga jadi...!” racaunya.
“Jadi
apa?” tanyaku heran.
“Udah aminin aja..”
“Amin..."
“Udah aminin aja..”
“Amin..."
**********
Hampir
setiap pagi aku tersenyum dan berdoa semoga bisa melihatnya. Itu adalah hari-hari
dimana aku menjadi seorang penyabar lebih daripada yang dulu.
Hari
dimana kunikmati dengan indah proses-prosesnya. Hari yang membuatku menunggu
kejutan-kejutan yang akan dilayangkannya padaku, hari dimana aku menyambut
ceria kehadirannya saat tersenyum dikendali masinisnya.
Hari
yang begitu indah ketika melihat senyum itu tergambar di wajahnya, hari yang
begitu menakjubkan saat bibirnya berucap kata padaku hendak menyapa, dan hari
yang begitu menarik saat dia terlihat mengajakku tertawa dan bercanda.
Hari
yang begitu lama, namun sekarang menjadi begitu singkatnya....
Sampai
akhirnya menjadi hari yang membuatku menyesal telah mengenal senyum dan
suaranya.
Hatiku sesak karena sesuatu yang kupahami betul proses kejadiannya. Aku hanya ingin diam di sini. memandang kosong kearah depan stasiun sambil memperhatikan kereta berlalu lalang di depanku dengan waktu berselang lima belas menitan.
"Mau kemana neng? Kok daritadi banyak kereta gak naik-naik?" tanya seorang satpam yang berjaga disekitar loket. Aku tersenyum tipis.
"Nongkrong doang pak!" sahutku santai. Dia tersenyum lebar.
"Nongkrong di stasiun, nongkrong mah di mall, kafe, gitu neng..." aku hanya tersenyum menanggapinya. Mood-ku sedang tidak baik.
Aku menunggunya disini, terus
menunggunya. Kutaksir sudah sekitar tiga bulan aku tidak bertemu dengannya.
Dia yang setiap hari menanyakan kabarku
kini lenyap. Aku sudah tak pernah menerima sms bahkan telponnya lagi. Aku
mencarinya.. dan sampai sekarang belum menemukannya. Dimana dia? Apa yang
membuatnya tiba-tiba lenyap dan pergi dariku?
Ini adalah ke dua bulannya aku tidak naik kereta, karena kantorku pindah. Dan satu bulan yang tersisa saat itu kupikir memuaskan diri untuk melihatnya duduk dikendali masinis. Tapi justru nihil, satu bulan sebelum kepindahanku aku malah lost contact dengannya.
Ini adalah ke dua bulannya aku tidak naik kereta, karena kantorku pindah. Dan satu bulan yang tersisa saat itu kupikir memuaskan diri untuk melihatnya duduk dikendali masinis. Tapi justru nihil, satu bulan sebelum kepindahanku aku malah lost contact dengannya.
Dan sekarang sudah genap tiga bulan aku
kehilangan dia, sejak delapan bulan aku mengenalnya. Aku mulai menyesal,
sangat-amat menyesal.
Kenapa dulu aku tidak bisa menerimanya? Kenapa aku selalu bercerita tentang orang lain yang tak pernah memperhatikanku, padanya? Kenapa aku menangisi orang lain didepannya? Padahal dialah yang selalu ada untukku.
Kenapa dulu aku tidak bisa menerimanya? Kenapa aku selalu bercerita tentang orang lain yang tak pernah memperhatikanku, padanya? Kenapa aku menangisi orang lain didepannya? Padahal dialah yang selalu ada untukku.
Dan sekarang lihat...
Aku kehilangan dia. Rasanya lebih sakit
daripada perasaan cinta diam-diamku yang tak pernah terbalas oleh orang itu.
Aku menyesal, aku ingin meminta maaf
padanya dan bilang jangan meninggalkanku.
#Cinta sederhana hanya bagi orang yang terbalas
hatinya. Karena sesungguhnya mencintai penuh tulus itu tak sesederhana
kelihatannya.
**********
Kamu
tau saat begitu sulit menerima masa lalu saat kita sudah dihadapkan dengan masa
yang baru?
Aku
menyayangi orang lain yang bahkan tak pernah melihatku dan malah mencampakkan
orang yang sangat menyayangiku.
Saat
cinta tak pernah salah, apa mungkin yang kulakukan ini salah? Menyayangi orang
yang tak menyayangiku dan meninggalkan orang yang menyayangiku hanya karena aku
tak menyayanginya.
Kenapa
cinta begitu sulit untuk dijelaskan?
Aku
berharap pada orang lain disana yang bahkan tak pernah tau aku menangis dan
bahagia untuknya. Menaruh harapan penuh sampai tak bisa melepasnya dengan
mudah.
Yang
jelas, saat kita tak perduli sebanyak apa airmata jatuh untuknya, saat kita tak
perduli sedalam apa ia menyakiti kita dan saat kita tak perduli sesakit apa
kita bertahan saat ia sudah menemukan yang lain.. itu berarti kita
mencintainya.
Walau pada akhirnya harus mengalah dan harus merelakan bahwa dia bukanlah orang yang bisa menghapus airmata kita dengan tangan lembutnya.
Bahwa
dia bukan orang yang akan berbalik memperjuangkan hatinya untuk kita..
Bahwa
dia bukan orang yang juga mencintai kita..
Bahwa
dia bukan orang yang juga menangis untuk kita..
Dan
bahwa dia bukan orang yang bisa mengganti airmata kita dengan senyuman ceria.
Dia
tidak bisa apa-apa.. sadarlah orang yang kita perjuangkan itu, dia tak bisa
melakukan apapun untuk kita.
Dia
payah, hanya pecundang yang tak bisa memahami sedalam apa orang mencintainya.
Namun,
dia pecundang payah yang tak pernah bersalah. Karena Tuhan tak menciptakan
hatinya untuk kita, karena Tuhan tak menciptakan bahunya untuk tempat kita
bersandar dan karena Tuhan tak menciptakan lengannya untuk melindungi kita.
Bukan
kita……
Tuhan
menciptakannya untuk orang lain yang bukan kita.
Dan
ketika Tuhan menciptakan bahu lain yang lebih indah..
Dengan sombongnya kita membuangnya.
Dengan sombongnya kita membuangnya.
“Padahal
waktu itu aku mulai sayang sama dia, tapi dia pergi...”
“Mungkin dia cuma bunga-bunga yang diciptain Allah buat nyadarin kamu. Kalo ternyata harga seseorang yang kamu perjuangin gak ada apa-apanya dibanding dengan harga orang yang merjuangin kamu. Allah datengin dia pas kamu lagi patah hati sama orang itu, dan karena kamu gak bisa nata hati kamu, yang ada kamu malah nyakitin dia yang sayang sama kamu..”
“Aku tertawa banyak bersamanya saat itu, dan kuharap
berlangsung lama. Tapi ternyata, dijalan sehalus apapun selalu ada kerikil yang
menodainya.”
Like This
BalasHapusyg kuat ya kak. Sedih baca ceritanya-_-'. aku juga sama nih lagi ke terpikat sama masinis
BalasHapusPenyesalan selalu diakhir agar kita mudah untuk memperbaiki masa sekarang dan akan datang,yang sabar ya kak :)
BalasHapusAku mewek ������ kemarin aku juga ketemu masinis saling padangan"an, tapi bodohnya aku tidak melihat namanya ������
BalasHapusikutan sedih... masinisku menghilang...
BalasHapus